Home

Communications & Digital Marketing Services

Take advantage now!

Letak Kebahagiaan

Jakarta, 30 Maret 2010

I Don’t Have Anything, But I’m Still Happy

I don’t have wife, I don’t have children, I am not wealth, I am only a monk, but still I can be happy. And I have all of you to be loved”, itulah kalimat terakhir yang diucapkan Bikku Ajahn Brahm sebelum menutup Damma Talk di Jakarta sore itu.

Kalimat itu mengena sekali di hati. Menyadarkan kembali bahwa kebahagiaan bukan terletak pada manusia, ada tidaknya istri, suami, ataupun anak-anak. Mereka semua anugerah, saat mereka ada kita bahagia, namun saat semua itu tidak ada bukan berarti kita tidak bisa bahagia.

Bahwa kebahagiaan bukan terletak pada ada tidaknya harta, pangkat, ataukah sudah mencapai ini ataupun mencapai itu. Kebahagiaan itu letaknya di dalam hati, tidak bisa dibawa pergi kecuali kita yang menyuruhnya untuk tak kembali.

Entah kenapa belakangan ini informasi-informasi seputar arti kebahagiaan, ketiadaan, dan mawas diri kerap mengerubungi diri. Pun diluar itu saya percaya bahwa informasi yang memilih sasarannya, berkebalikan dengan pemikiran banyak orang bahwa kita yang memilih informasi.

Informasi yang sering berseliweran belakangan ini, mau tidak mau mengingatkan saya untuk terus melihat ke dalam diri, bermeditasi, bahwa semua jawaban yang saya cari tempatnya ada di dalam hati. Dan sadar memilih berbahagia dalam hidup karenanya.

Quanta, 5000 Kali Lebih Kuat dari Elektromagnetik Otak

Lebih lanjut mengenai ketiadaan dan kebahagiaan, menurut Erbe Sentanu dalam bukunya Quantum Ikhlas, energi paling besar itu disebut Quanta dan wujudnya tak kasat serta tak padat, yang mana sumber terbesarnya berasal dari dalam hati.

Menurut penelitian, medan elektronik hati itu 5000 kali lebih kuat daripada medan elektromagnetik otak. Oleh karena fakta tersebut akhirnya aliran positive feeling menjadi pilihan beliau mengalahkan aliran positive thinking yang menjadi main stream saat ini.

Sampai disini saya pun baru memahami kenapa Aa’ Gym, dai populer dari Bandung, sering sekali menyanyikan lagu ”jagalah hati”. Baru saya sadari bahwa hati adalah sumber energi yang tak pernah mati, sumber kebahagiaan, tempat kita berkomunikasi dengan sang pemilik alam raya, Allah Swt, atau bagaimanapun kita semua menyebut namaNYA.

Bahwa kita semua ternyata berasal dari ketiadaan dan akan kembali menjadi tiada. Bahwa setiap hari kita semua mengalami kelahiran dan kematian, contoh kecilnya keadaan bangun dan tidur, ataupun tenggelamnya pikiran lama dan terbitnya pemikiran baru.

Apa yang kita miliki saat ini sejatinya memang hanya titipan, bahkan semua partikel yang nampak nyata, badan kasar kita, semua berasal dari ketiadaan alias tidak nyata. Oleh karenanya, mari bersama-sama menghapus kesedihan yang terlanjur dirasakan.

Penelitian Partikel, Semuanya Berasal dari Hampa

Kefanaan kita dibuktikan lewat penelitian ahli Fisika Quantum, antara lain Albert Einstein, Richard Feynman, Werner Heisenberg, Niels Bohr, David Bohm, Erwin Schrodinger, Fred Alan Wolf, Amit Goswami, David Albert dan banyak lagi. Menggunakan alat pemecah atom (particle accelerator), mereka mengetahui bahwa energi terhalus itu wujudnya ”hampa” alias tidak nampak.

Semua benda adalah kumpulan dari molekul, sementara molekul berasal dari atom dan partikel. Adapaun partikel sebagai subatom itu berasal dari vibrasi energi yang disebut quanta dan tak terlihat. Kita hanyalah kumpulan getaran energi.

Ada empat hal yang bisa disimpulkan dari penelitian tersebut:

1.Bahwa sejatinya tidak ada benda yang padat, semua benda di dunia pada dasarnya terbuat dari ruang hampa.
2. Tingkah laku partikel dari benda padat menjadi getaran (vibrasi), dan sebaliknya sangat bergantung pada niatan sang peneliti.

Hasil penelitian ini semakin membuktikan teori keajaiban air dari Masaru Emoto bahwa semua hal mempunyai pancaran energi, bahkan kata-kata bisa membentuk wujud partikel air, dalam arti kata ”hidup”*

3. Dan juga dibuktikan berlakunya Hukum Ketidakpastian (uncertainity principle), yang pasti adalah ketidakpastian
4. Hingga Hukum Non Lokalitas yang menyatakan bahwa unsur terkecil dari semua benda itu sebenarnya ada disini dan dimana-mana.

Kita adalah bagian dari semua, dan semua adalah bagian dari kita, oleh karenanya semesta ini terhubung, dan kita harus menjaga kelestariannya.

Perbedaan Terjadi Supaya Kita Mudah Dikenali

Saya membatin, andaikata ilmu pengetahuan semacam ini diketahui secara luas oleh masyarakat umum dan dipahami dengan lebih baik, alangkah bahagianya mereka. Bukankah akan disadari bahwa sejatinya kita semua sama, berasal dari satu kesatuan, serta membutuhkan hal yang pada dasarnya sama. Perbedaan sendiri adalah sesuatu yang muncul secara fisik agar kita mudah dikenali.

Yang perlu kita lakukan hanyalah menjaga getaran energi hati untuk senantiasa cukup dan berbaik sangka agar selalu bahagia.  Namun bahagiakah kita dengan selalu merasa cukup dan mengetahui bahwa apa yang nampak sejatinya adalah tak nampak?

Agar orang lain mengerti, saya coba pahami kembali pernyataan Konfusius bahwa kebijakan akan muncul dengan penyalinan naskah berkali-kali. Saya sepakat dengan hal itu. Penyalinan disini bukan berarti penyalinan secara harfiah, namun juga penelaahan secara berkesinambungan, pengajaran secara luas, sehingga bisa dimaknai lebih dalam oleh semua kalangan.

Bukan hanya pengetahuan pada permukaan, namun supaya dapat diperbaiki di masa depan apabila mengandung unsur yang tak sesuai. Pun demikian pula dengan kebahagiaan hidup yang letaknya ada di hati. Semoga ilmu kebahagiaan dan keterkaitannya dengan ketiadaan bisa disikapi dengan bijaksana.

Apapun yang Kamu Lakukan, Pintu Hatiku Akan Selalu Terbuka Untukmu.

Oya, pesan lain Ajahn Brahm di sore itu untuk diucapkan secara beramai-ramai adalah, ”Apapun yang kamu lakukan, pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu…Love You…”. Secara implisit pesan ini bagi saya bermakna: Apapun yang pernah saya lakukan, apapun yang orang lain pernah lakukan…mari kita maafkan.

Terimalah diri kita sendiri maupun orang lain seutuhnya, apa adanya. Dan cintailah diri kita sendiri, pun cintailah siapa saja, atas apapun yang telah dilakukan, sebab cinta itu memang untuk diberikan tanpa syarat.

Sebab menerima membuat hidup kita berirama. Menerima adalah seni hidup yang indah dan sangat tinggi. Semoga hidup kita selalu penuh warna, hangat, selalu ceria dan bahagia.

Salam Suka Cita,

Devi R. Ayu