Judul Buku : Titik Nol – Makna Sebuah Perjalanan
Penulis : Agustinus Wibowo
Tebal : 552 hal, Cetakan ke 3
ISSBN : 978-979-22-9271-8
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Membaca buku ini membuat saya keki. Keki dengan foto-foto yang ditampilkan, keki dengan teknik penulisannya, serta keki dengan ide-ide serta opini yang dilontarkan. Rasanya ada sebagian dari saya yang juga tergambar di sana. Ada kerinduan untuk melihat lebih dalam dunia itu dengan mata kepala sendiri….
Titik Nol menawarkan gambaran berbagai negara Asia Tengah, dari Tibet hingga Afganistan, dari sudut pandang penulis yang dinukil dari masyarakat penghuninya secara langsung. Hal itu yang membedakan buku ini dengan buku-buku perjalanan sejenis. Bukan soal tips travelling murah ataupun must see destination, tapi apa sebenarnya makna perjalanan yang kita lakoni. Buku ini adalah kitab Agustinus tentang jiwanya, jiwa pengembaranya, kemana panggilan jiwa itu menuntunnya untuk berjalan, menjalani hidup.
Istimewanya lagi, buku ini menampilkan foto-foto indah dari perjalanan yang ditempuh, gambarnya tajam, membuat pembaca tak bosan. Pergulatan batin Agustinus, isu dan kendala yang merebak di sepanjang perjalanannya, terutama soal agama, mencabik-cabik mereka yang berpandangan sama dengan Agustinus soal dunia, bahkan menjungkir balikkan paradigma yang mungkin sudah kita kenal sebelumnya. Apa makna perjalananmu di dunia?
Dalam Nama Tuhan, mungkin setiap hari Tuhan menangis tersedu-sedu, namanya telah dilafalkan ke seluruh penjuru dunia untuk melegalkan pembunuhan dan peperangan. Bukankah Agama mengajarkan kemanusiaan, kenapa sekarang Agama dan nama Tuhan menjadi dasar pertentangan, pembunuhan, dan peperangan?
“Agama itu asalnya dari hati, dan kembali ke hati. Dalam hati kau temukan Tuhan. Hati adalah inti dari ajaran agama”, kata Syed Asmat.
Saya sendiri sepakat dengan Agustinus bahwa Agama adalah jalan, bukan tujuan. Masing-masing orang punya perjalanan berbeda, dan berjumpa dengan guru kehidupan yang berbeda-beda, namun tujuan kita semua sama. Dia yang ESA. Orang yang terlalu terpaku pada jalan, lupa pada hakikat perjalanan itu sendiri. Sibuk membandingkan jalannya dengan jalan orang lain, memaksa orang lain untuk mengikuti jalannya, mereka terhenti di jalan dan lupa meneruskan perjalanannya dan melalaikan tujuan perjalanan hidup mereka : HAKIKAT.
Tak perlu setuju dengan apa yang diungkapkan oleh Agustinus, tapi menurut saya adalah benar bahwa perjalanan adalah symbol dari kebebasan dan kemerdekaan. Spoiler penting bagi penikmat buku dan pecinta perjalanan “Hidup itu adalah cermin. Dunia di matamu sesungguhnya adalah cerminan dari hatimu sendiri. Caramu memandang dunia adalah caramu memandang diri”. Titik Nol.