Judul Buku : Inferno
Penulis : Dan Brown
Penerjemah : Ingrid Dwijani Nimpoeno, Berliani Mantili Nugrahani
Halaman : 644, Cetakan ke II
ISSBN : 978-602-7888-55-5
Penerbit : PT. Bentang Pustaka (Mizan Media Utama)
Di Goodreads International buku ini terpilih sebagai salah satu pemenang pilihan pembaca tahun 2013. Ada satu yang menggelitik benak, benak teman saya tepatnya. Dalam salah satu halaman buku tersebut diungkapkan bahwa agama Kristen identik dengan gambar, dan agama Islam identik dengan kata-kata. Itulah sebabnya tempat ibadah umat kristiani banyak terdapat lukisan, dan tempat ibadah umat Islam banyak dipenuhi oleh kaligrafi. Sepengetahuan saya, sebenarnya kaligrafi juga digunakan untuk menyamarkan gambar makhluk hidup dalam guratannya.
Bahkan setiap agama punya pemaknaan sendiri terhadap simbol-simbol mereka.
Saya sendiri lebih tertarik dengan fakta-fakta ilmiah yang terpampang dalam Inferno. Saya menangkapnya sebagai bentuk kegelisahan dari penulis terhadap ancaman yang dihadapi oleh manusia dewasa ini mengenai kepunahan makhluk hidup dikaitkan dengan populasi manusia sendiri, climate change, tingginya CO2 akibat bahan bakar karbon, hilangnya hutan, serta eksploitasi terhadap SDA seperti air dan bahan pangan. Sejarah kembali berulang, apakah manusia akan menyelamatkan dirinya sendiri?
Buku ini menggambarkan dengan jelas bagaimana kepunahan manusia akan terjadi. Sebagai pembaca saya geregetan sendiri dengan berbagai tekhnologi hijau yang sudah ada namun belum digunakan secara luas. Bumi punya mekanismenya sendiri untuk sembuh, dan sejarah membuktikan genocide manusia sebagai salah satu jalannya. Mudah-mudahan di masa ini kita tidak mengalami hal itu lagi.
Dan seperti layaknya novel-novel Dan Brown yang lain, selalu ada unsur travelling, sejarah dan seni dalam setiap babaknya. Dalam Inferno kita diajak berkelana di Italia dan Turki. Setiap detil Florence dan Venesia seakan menempatkan saya di TKP, ada di setiap jejak langkah Robert Langdon. Saya pun buru-buru ingin menengok Turki dan melihat kemegahannya dengan mata kepala sendiri. Plot Inferno yang naik turun membuat saya ngos-ngosan karena deg-degan. Saya salut dengan penerjemah buku ini karena bisa dikategorikan sangat baik.
Di sisi lain, entah benar atau tidak, saya juga menangkap curcolnya sang penulis karena ditakdirkan menjadi orang yang pandai, yakni kesepian. Mereka yang jenius memandang dunia dengan cara yang berbeda. Jenius bisa jadi berkah sekaligus kutukan bagi mereka.
Nah itulah sekilat info soal novel Dan Brown terbaru, Inferno. Selamat membaca!
Kelihadannya layag dianggarkan buad bln debpan 😉
yeup…monggo silahkan dibaca 🙂